Harapan
menaruh perhatian pada kebaikan, dan bukan berulang-ulang mencari keburukan.
Harapan selalu membuka pintu di mana putus asa senantiasa menutupinya. Harapan
mencari apa yang bisa dikerjakan dan bukan menggerutu karena ketidaktahuan.
Harapan memancarkan kepercayaan terhadap Tuhan dan kebaikan alam.
Harapan
‘menyalakan terang’, bukannya ‘mengutuki kegelapan’. Harapan melihat masalah
besar atau kecil sebagai kesempatan. Harapan tidak menghargai khayalan, juga
tidak mengungkapkan kesinisan. Harapan selalu membentangkan tujuan besar dan
tidak frustasi dengan kegagalan atau kemunduran. Harapan selalu mendorong ke
depan ketika mundur begitu mudah dilakukan.*
*****
Kaki
kapalannya tidak kuasa menahan panas. Tapi, hari ini dia harus terus berjalan
agar barang dagangnya laku. Tidak peduli kulit ari kakinya semakin parah. Ia
harus mendapatkan uang. Demi ibunya yang sakit dan demi adik-adiknya yang
menunggu sambil menahan lapar.
Tubuh
kurusnya terus berjalan menyusuri perkampungan. Ia terus berteriak-teriak menyebut
nama makanan yang dijajakan. Tidak ada seorang pun yang tertarik dengan nama
makanan tersebut. Tak satu pun dari mereka yang berniat untuk membeli.
Tapi,
ia terus berjalan agar barang dagangnya dapat terjual habis. Ia harus
mendapatkan uang. Demi ibunya yang sakit dan demi adik-adiknya yang menunggu
sambil menahan lapar. Oh Tuhan, kaki kecil anak itu semakin tidak kuasa menahan
panas. Tidak ada alas kaki. Tidak ada sandal yang melindungi kaki kecilnya itu.
Dia
terus berjalan. Tak boleh putus asa. Kalau dia putus asa dan menyerah, Ibu dan
adik-adiknya tidak akan makan lagi. Ibu dan adik-adiknya akan mati kelaparan.
Dia tidak mau itu terjadi. Membayangkannya saja sudah mengerikan.
Perut
kerempengnya berbunyi. Dia lapar. Tidak akan ada tenaga jika dia makan. Manggis
kecil yang ada di kantong keresek diambilnya. Ini yang tersisa selain
dagangannya. Ia makan manggis itu. Legit rasanya. Semoga glukosa yang
terkandung dalam manggis itu membuat tenaganya terisi kembali.
Suara
khasnya mulai berteriak-teriak lagi. Ia susuri seluk demi seluk perkampungan
itu. Tuhan, hamba mohon dimurahkan rejeki kali ini. Doa kecil ia
panjatkan kepada Tuhan. Apakah Tuhan mendengarkannya? Bahkan si anak kecil itu
tidak peduli. Yang ia pedulikan adalah Ibu dan adik-adiknya. Ia memanjatkan doa
itu hanya untuk menambah semangat.
Tiba-tiba
seorang pembeli memanggil-manggil namanya. Bibir yang mengkerucut tiba-tiba
mengembang membentuk senyuman manis. Dibalik ketidak peduliannya terhadap doa
kecil yang ia panjatkan, Tuhan mendengarkan.
*****
Seseorang
berlari menghampirnya. Anaknya yang paling tua. Tangannya menyerahkan dua
lembar uang lima ribuan. Senyum bahagia terhias dari anaknya. Direngkuhnya
tubuh renta milik ibunya.
Oh
Tuhan, dia anak yang sangat berbakti. Jangan sengsarakan hidupnya. Jangan buat
dia menjadi seseorang yang susah sepertiku. Dan berikanlah dia tempat yang
terbaik disisimu jika suatu saat dia telah tiada.
Doa
dipanjatkan. Dia berdoa setulus hati. Meminta kepada Tuhan agar hidup anak
sulungnya bahagia. Dia tidak ingin anaknya memiliki garis nasib sepertinya. Dia
tidak ingin anaknya menderita berkepanjangan.
Dia berharap anaknya memiliki hidup baik.
Tidak diremehkan orang lain dimasa depan. Tapi adakah masa depan untuk
keluarga-keluarga sepertinya? Adakah secercah sinar didalam gua yang tak pernah
terjamah matahari? Dia tidak tahu. Yang ia tahu hanya berharap dan menjalani
hidup.
*****
Seorang
atlit bulu tangkis terus berlatih, mempertajam permainannya. Ia tidak peduli
kalau hari sudah larut. Yang ia pedulikan hanya peningkatkan permainan. Seorang
pelatih yang duduk di pinggir lapangan terus menilainya. Kritikan- kritikan
pedas terus diluncurkan pelatih itu. Tapi ia tidak peduli. Yang ia pedulikan
adalah kata ‘peningkatan’.
Lawannya
dipertandingan besok sangat tangguh. Dia adalah atlit muda yang berbakat.
Lawannya itu bisa saja mengambil posisi yang sudah lama ia pertahankan. Tapi
dia tidak akan memberikannya. Dia akan terus mempertahankannya.
Dalam
masa kejayaan mungkin atlit akan dipuji-puji tapi dalam masa tua mungkin atlit
akan dibuang seperti sampah. Tapi lagi-lagi ia tak mau ambil pusing. Dia terus
mempertahankannya walaupun dia tahu kemungkinan nasibnya akan seperti itu. Dia
hanya ingin mempertahankan posisinya. Tidak peduli masa depan. Yang dia hadapi
adalah masa kini bukan masa depan.
Jadi,
dia terus berjalan mengikuti alur. Berjuang melawan arus. Terus menepis musuh
dengan pedangnya dan melindungi diri dengan perisainya. Karena hidup ini adalah
berjuang untuk mempertahankan posisi.
Sang
pelatih masih saja menilainya pedas. Dia tidak tahu kalau sebenarnya pelatihnya
itu berdecak kagum. Pelatih melihat sebuah kerja keras yang dimiliki sang
atlit. Sebuah kerja keras layaknya singa kelaparan. Yang terus berlari walau ia
tahu tenaganya sudah habis. Singa yang terus mengejar rusa.
Harapan
terpanjat dalam hatinya. Semoga atlit bimbinganku akan menang. Semoga dia
bisa mempertahankan posisinya. Semoga segala kerja keras yang ia kerjakan tidak
sia-sia. Semoga singa yang ada pada dirinya akan terus ada sampai pertandingan
besok.
Bunyi
sepatu berdecit terus berdentuman. Seiring berjalannya waktu bunyi peluit
terdengar. Waktu latihan selesai. Atlit mengambil handuk dan mengelap setiap
keringat yang bercucuran. Siap pulang dan beristirahat untuk pertandingan
besok.
Sang
atlit tidak tahu kalau lapangan menjadi basah olehnya. Yang ia tahu hanya
bekerja keras dan berjuang.
*****
Hari
yang paling mendebarkan dimulai. Ia mengikat tali sepatu dengan kencang seperti
seorang pelari yang akan berlari menembus angin. Tangannya mengambil raket dan
memegangnya dengan kuat. Seakan raket adalah barang yang akan menolongnya dari
segala kenistaan. Dia berdoa. Menambah keyakinannya.
Tuhan,
Aku tidak akan meminta apa-apa selain kemenangan.
Riuh
rendah penonton mulai terdengar. Dalam hatinya sang atlit berjanji tidak akan
mengecewakan pelatihnya, Tidak akan mengecewakan semua orang yang mendukungnya.
Dia akan terus berjuang dan berharap.
Karena
ia tahu setiap detik yang diisi dengan kerja keras dan doa tidak pernah
tersia-siakan.
*****
*dikutip dari James Keller, The christopher
Tidak ada komentar:
Posting Komentar